Friday, September 13, 2013

MODEL PEMBELAJARAN PENJAS MELALUI BERMAIN


Konsep Model Pendekatan Melalui Aktivitas Bermain Anak
Fitness approach  merupakan model pendekatan dalam pendidikan jasmani yang menekankan pada peningkatan penguasaan pengetahuan, keterampilan dan kualitas kebugaran jasmani.  Untuk menerapkan model ini, dilakukan aktivitas gerak anak  dengan prinsip memperhitungkan perkembangan kemampuan kapasitas fungsional anak (developmentally appropriate practis) dengan mengedepankan filosofis bahwa anak bukanlah manusia dewasa.  Kemampuan, kebutuhan, perhatian dan minat anak berbeda dengan kemampuan orang dewasa. Oleh karenanya model pendekatan ini dikemas dengan nuansa bermain anak. 
Dalam tatanan konsep, menurut Graham, George., Holt, Shirly Ann, dan Parker, Melisa (1987) dalam M. Muhyi Faruq (2007: 3)  menjelaskan bahwa ‘kemampuan anak  dalam menangkap informasi dan mengolahnya sedemikian cepat, lalu dikongkretkan dalam wujud gerak, yakni menggunakan badan, kaki dan tangan dalam bentuk bermain’.    Menyimak pernjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa anak dapat diwujudkan dalam bentuk bermain dengan mengarahkan segala kemampuan guna mengembangkan dan mengoptimalkan kemampuan geraknya yang berangkat dari pikirannya.  Pengembangan aktivitas bermain anak ini,  digunakan untuk merangsang kemampuan motorik kasar, dilakukan dengan menggunakan alat maupun tanpa alat serta menuntut adanya kerjasama. Tatanan konsep ini, dikaitkan dengan pemahaman bahwa  anak merupakan sebagai mahluk bermain (homo luden).  Dengan dasar itulah, pendekatan aktivitas bermain anak ini terinsprirasi  untuk dilaksanakan.  Bahkan diperkuat lagi  oleh Bunker dan Thorpe (1982),  melalui konsep teaching game for understanding (TGFU).   Dalam model TGFU siswa belajar suatu bermain olahraga diarahkan kepada keaktifan gerak guna menimbulkan kegembiraan, kesenangan anak yang melakukan.  Selanjutnya Bunker dan Thrope mengungkapkan bahwa “TGFU di desain untuk pengembangan aktivitas gerak bermain dengan prinsip appropriate game atau bentuk game.”  Pola ini tergambar dalam rangkian urutan pembelajaran bermain dalam TGFU yakni : (1) game, (2) game appreciation, (3) tactical awareness, (4) making decisions, (5) skill execution, (6) performance”.  Dalam pandangan lain,  Turner (1995:151) dalam disertasi menyatakan bahwa “pembelajaran bermain olahraga melalui pendekatan aktivitas bermain dapat membantu siswa dalam pengambilan keputusan ketika melakukan bermain”.  Hal ini dipertegas lagi oleh Griffin, Mitchell, and Oslin (1977) dalam Metzler (2000:344-347) pada konsep tactical games model yang menyatakan bahwa ‘pembelajaran bermain dengan menggunakan model pendekatan aktivitas bermain merupakan metode yang efektif dalam bermain olahraga, dan dijadikan tujuan utama dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga’.  Maka dari itu, bermain masuk sebagai komponen penting dalam kurikulum pendidikan jasmani yang menurut penelitian Werner, Thorpe & Bunker, (2006)  “sebaiknya 65 % dalam pembelajaran pendidikan jasmani lebih banyak dalam bentuk bermain.”  Demikian pula berdasarkan hasil risetnya Mandigo & Holt (2004: 5) menjelaskan bahwa “lebih dari 50 % waktu yang disediakan dalam program pendidikan jasmani di Sekolah Alberta lebih banyak diarahkan kepada pembelajaran bermain.”
Dalam program pendidikan jasmani, aktivitas bermain diformulasikan untuk membantu siswa memenuhi kebutuhan keterampilan, pengetahuan dan sikap pola hidup aktif, gaya hidup sehat.  Ketika siswa belajar bermain, mereka (a) memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memungkinkan untuk mengantisipasi pola-pola bermain, (b) penguasaan keterampilan teknik dan taktik untuk merespons imajinatif dan kesesuaian, (c) dapat merasakan pengalaman motivasi yang positif untuk memudahkan aktivitas berbagai bermain.   Dalam tesisnya Chouinard (2007: 4-7) mengusulkan bahwa “dalam TGFU perlu dipertimbangkan kebutuhan akan pengetahuan dan pemahaman suatu bermain, terutama dalam hal pemberian materi bermain.”  TGFU yang original disederhanakan ke dalam tiga komponen dasar dalam pelajaran pendidikan jasmani.  Ketiga komponen tersebut adalah: “(1) memodifikasi dan mempermudah bermain, (2) mengembangkan kesadaran taktik dan memecahkan masalah melalui pertanyaan, dan (3) mengembangkan keterampilan” (Griffin & Butler, 2005).  Modifikasi bermain dirancang kearah berbagai situasi bermain, seperti mempertahankan area atau mengarahkan bola ke target.  Situasi dan kondisi dimaksud, terkait dengan tujuan, struktur dan maksud dari bermain itu sendiri.
Me-review konsep TGFU yang dijelaskan oleh Griffin, Mitchell dan Oslin menyatakan bahwa TGFU telah berhasil sukses dikembangkan di Inggris pada tahun 1980-an dengan istilah  tactical games model (TGM).”  Hal ini pula, menurut Metzler (2000) menyatakan bahwa :
Tactical Games Model (TGM) sama dengan Teaching Game Approach (TGA) yang dalam implementasi pembelajarannya cenderung mengacu kepada keseluruhan rencana pembelajaran yang meliputi: (1) dasar-dasar teori, (2) pernyataan hasil belajar, (3) keahlian pengetahuan guru, (4) mengembangkan penyesuaian dan pengelompokan aktivitas belajar, (5) mengharapkan perilaku guru dan siswa, (6) struktur tugas yang unik, (7) menilai hasil belajar, dan (8) memberikan arah kepada kemampuan mengiplementasikan model itu sendiri. 

Hakikat model pembelajaran TGM memberikan kemampuan dan menimbulkan minat belajar siswa dalam pengembangan keterampilan gerak guna menampilkan performanya. Penampilan performa dimaksud menurut Griffin, Mitchell & Oslin, (1997), meliputi ketepatan dalam pembuatan keputusan, penjagaan, kerjasama tim, penyesuaian posisi dan dapat mengelola lingkungan bermain secara baik dan benar.  Berangkat dari pendapat tersebut, maka makna TGFU pada intinya sama dengan TGM.  Kemudian dalam tulisan Cushion (2002) menjelaskan bahwa “kunci utama pendekatan pembelajaran dalam olahraga bermain adalah game sense.”  Pendekatan ini menekankan kepada “apresiasi bermain sebagai dasar untuk membuat keputusan dalam bermain, dan mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan(Brooker et al., 2001).
Pendekatan dengan aktivitas bermain, bukan merupakan konsep baru dan sudah menjadi bahan riset di tahun 1980-an (Kirk & McPhail, 2002).  Bahkan menurut Rink, (1996); Turner & Martiniek, (1999) menjelaskan hasil risetnya terdahulu bahwa model pendekatan aktivitas bermain lebih efektif  sebagai jawaban terhadap tantangan model pendekatan pembelajaran direct instructional atau model tradisional.   Dalam pandangan lain,  mengacu pendapatnya O’Connor (2006: 9–13) dalam tulisannya berjudul “The teaching of skills in games and sports”.   Esiensi tulisan tersebut  bersumber dari beberapa pendapat ahli, yang menjelaskan bahwa “pendekatan aktivitas bermain merupakan model pembelajaran yang bertujuan untuk mengantarkan anak kepada situasi awal bermain dalam proses belajar untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan gerak”. Dalam pendekatan aktivitas bermain membangun “kesadaran untuk lebih aktif bergerak dan dikembangkan ke arah penguasaan keterampilan bermain” (Werner, Thorpe, dan Bunker, 1996).  Tugas guru pendidikan jasmani mengimplementasikan bermain kepada siswa melalui kondisi dan situasi pemahaman terhadap bermain itu sendiri, dan bagaimana membelajarkan siswa untuk lebih aktif bergerak berdasarkan kondisi-kondisi bermain ketika itu.
Dyson, Griffin, dan Hastie (2004: 231) berpendapat, terdapat tiga asumsi utama dalam pembelajaran pendidikan jasmani dengan pendekatan aktivitas permainan anak-anak, yaitu:
(1) bermain dimodifikasi secara representatif untuk memudahkan dalam bentuk dan kondisi bermain (seperti perubahan dalam peraturan bermain) yang mengarah kepada permasalahan taktis yang ditemukan dalam bermain; (2) bermain memberikan kemudahan dalam penilaian; dan (3) bermain secara umum memiliki bentuk dasarnya meliputi system klasifikasi dan struktur bermain.  Sistem klasifikasinya meliputi empat kategori utama, yaitu (a) bermain target, (b) bermain berlari/lapangan, (c) bermain net, dan (d) bermain invasi.

Pendekatan aktivitas bermain ini apabila dapat diorganisir ke arah aktivitas yang menggembirakan dan disampaikan dalam bentuk modifikasi bermain untuk merangsang siswa lebih aktif lagi dalam bergerak yang pada akhirnya menghasilkan kebugaran jasmani dan kemampuan mempelajari gerakan yang baru (motor educability) yang lebih baik lagi. 

2 comments:

  1. woow.. makasih banyak pak ilmunya
    kalau misalnya bermain atau kegiatan alam terbuka sejenis diangkat untuk pembahasan skripsi gimana ya pak?
    mohon bimbingannya pak...

    ReplyDelete